Kemiskinan di Indonesia

19 Mar

Menjelang kenaikan harga BBM yang tinggal menghitung hari di republik ini, saya tertarik untuk membagikan kembali topik kemiskinan yang selalu hangat dan seringkali menjadi komoditas untuk diperbincangkan, diperdebatkan, tapi belum terselesaikan sampai hari ini. setelah googling beberapa waktu, disini aku tampilkan tulisan dari beberapa orang yang cukup menarik (comot-comot version) yang mudah-mudahan memberikan sedikit pencerahan tentang kemiskinan (baca : bps), bagi yang belum paham2 amat seperti saya.

Secara umum,kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat Hanya terdiri dari satu kalimat, tetapi maknanya sangat luas sehingga bisa mengundang perdebatan panjang. Contohnya, apa yang dimaksud dengan kehidupan bermartabat. Apa pula yang termasuk hak-hak dasar? Apalagi, tidak semua hak dasar dapat dikuantifikasi (dikonversi jadi angka-angka/ diukur dengan nilai tertentu), seperti rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.

Dari definisi itu terlihat bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Sulit mengukurnya sehingga perlu kesepakatan pendekatan pengukuran yang dipakai.
Salah satu konsep penghitungan kemiskinan yang diterapkan di banyak negara, termasuk Indonesia, adalah konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan konsep ini, definisi kemiskinan yang sangat luas mengalami penyempitan makna karena kemiskinan hanya dipandang sebagai ketakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

Dalam penghitungan kemiskinan dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs), garis kemiskinan (GK) merupakan instrument yang sangat penting, GK yang tidak tepat akan menghasilkan pengukuran kemiskinan yang menyesatkan. Pada dasarnya, GK merupakan jumlah rupiah yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar ini mencakup kebutuhan makanan yang setara dengan 2.100 kkal per hari dan kebutuhan minimal non-makanan (sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan).

Dalam prakteknya, GK merupakan jumlah pengeluaran reference population-20 persen populasi yang pengeluarannya di atas GK sementara-atas sejumlah komoditi makanan dan non-makanan yang biasa disebut basket commodity. Komposisi komoditas yang menyusun basket ini beserta harganya (inflasi) sangat memengaruhi pergerakan nilai GK.Komposisi komoditas makanan dan non-makanan penyusun GK berbeda-beda pada tiap negara, sesuai dengan pola konsumsi penduduknya. Itulah sebabnya nominal GK yang digunakan di setiap negara juga berbeda. Karena itu, GK yang digunakan di negara lain belum tentu representatif jika digunakan di Indonesia.

Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran/pendapatan per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan disebut penduduk miskin. Penghitungan penduduk miskin ini didasarkan pada data sampel, bukan data sensus, sehingga hasilnya sebetulnya hanyalah estimasi.

Data yang dihasilkan biasa disebut data kemiskinan makro. Di Indonesia, sumber data yang digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional. Pencacahannya dilakukan setiap Maret dengan jumlah sampel 68.000 rumah tangga. BPS menyajikan data kemiskinan makro ini sejak tahun 1984 sehingga perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin bisa diikuti dari waktu ke waktu .

Ada sebagian kalangan merujuk kepada angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia ketimbang angka BPS. Dalam pandangan mereka, angka kemiskinan Bank Dunia jauh lebih baik dan akurat (jumlah penduduk miskinnya lebih besar) jika dibandingkan dengan angka BPS.Pada dasarnya metode yang digunakan oleh kedua institusi ini sama saja, yang membedakan antara keduanya hanyalah garis atau batas kemiskinan yang digunakan. Bahkan, data yang digunakan oleh Bank Dunia dalam menghitung angka kemiskinan sebenarnya adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang adalah data BPS. Terkait itu, ada sedikit penjelasan terkait dengan pengukuran angka kemiskinan :

Pertama, poverty is not similar with difficulty. Kemiskinan itu tidak sama dengan kesulitan, apalagi kesulitan sesaat. Orang yang sedang mengalami kesulitan hidup atau kesulitan ekonomi tidak serta merta dikategorikan sebagai miskin. Maknanya sangat basic untuk menafsirkan kemiskinan. Sebab kemiskinan merupakan perkara yang multidimensional. Kemiskinan ada yang memandang dari segi gejala ekonomi, gejala kualitas SDM ataupun gejala budaya.

Kedua, Standar Bank Dunia dalam menentukan kemiskinan yaitu dollar per hari adalah dollar dalam pengertian Purchasing Power Parity (PPP).Yang sering salah kaprah adalah konversi yang dilakukan berdasarkan nilai tukar mata uang dollar secara langsung bukan menggunakan PPP, sementara garis batas kemiskinan harusnya menggunakan dasar Purchasing Power Parity. Sederhananya, PPP berfungsi untuk memperhitungkan daya beli lokal dalam nilai tukar.Kalau diartikan dollar sesuai pengertian Purchasing Power Parity (PPP) maka satu dollar-nya Bank Dunia ini adalah equivalen dengan Rp. 3.934 (World Development Indicators 2008, hal. 9), bukan kurs dollar yang nilainya sekarang sekitar 9 ribuan rupiah 🙂

Selain itu, angka kemiskinan BPS dan angka kemiskinan Bank Dunia bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan, karena pada dasarnya keduanya saling mendukung dan digunakan untuk tujuan yang sedikit berbeda.

Terkait evaluasi terhadap pencapaian target MDGs, yang salah satunya adalah mengurangi angka kemiskinan dunia hingga tinggal setengahnya pada tahun 2015, Bank Dunia membutuhkan data kemiskinan yang comparable (dapat diperbandingkan) antar negara. Dalam hal ini, angka kemiskinan yang dihitung berdasarkan GK nasional di setiap negara tentu tidak dapat digunakan, karena basket commodity yang digunakan berbeda pada tiap negara. Selain itu, jika GK nasional setiap negara dikonversi ke dalam dollar PPP, maka nominalnya akan berbeda-beda. Pada kondisi seperti ini, syarat perbandingan apple to apple ketika memperbandingkan angka kemiskinan antar negara tidak terpenuhi. Karena itu, sebagai solusinya, Bank Dunia kemudian menghitung angka kemiskinan berdasarkan GK yang distandardisasi dalam ukuran dollar PPP (paritas daya beli, bukan dollar kurs). Dalam prakteknya, ada dua ukuran yang digunakan yakni 1 dollar PPP dan 2 dollar PPP. GK Nasional (BPS) sendiri setara dengan 1.25 dollar PPP

selain jumlah penduduk miskin, ada ukuran kemiskinan lain yang harus dipahami, yaitu : PGI dan PSI. Apa itu PGI dan PSI?? PGI merupakan kepanjangan dari Poverty Gap Index. PGI bisa dimaknai sebagai rata-rata kesenjangan pengeluaran setiap orang miskin dibandingkan dengan besaran nilai garis kemiskinan. Sedangkan PSI kepanjangan dari Poverty Severity Index. PSI menceritakan tentang disparitas kemiskinan antar orang miskin. Dengan PGI dan PSI, bagaimana tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di Indonesia bisa ditemukan. Hal-hal ini pun harus menjadi perhatian utama pemerintah dan pemerhati masalah kemiskinan di Indonesia.

Intinya, kemiskinan di Indonesia itu ada dan nyata disekitar kita. Mudahan-mudahan data yang ada tidak menjadi sekedar angka statistik namun suatu waktu di masa depan (entah kapan), kemiskinan dapat dientaskan dari republik ini.

dicomot dari berbagai sumber :
jumlah si miskin oleh Dr. Kecuk Suhariyanto (Koran Kompas, 12/01/2011)
mutant statistics oleh mas kadung gamalama (edukasi.kompasiana.com/2011/02/11)
angka kemiskinan terbaik punya bps oleh kadir ruslan (birokrasi.kompasiana.com/2011/07/17)

Tinggalkan komentar